Muhammad
Rasulullah Saw - Abdullah - Abdul Muthalib (nama aslinya Syaibah Al-Hamd) - Qushaiy
(nama aslinya Zaid) – Kilab - Murrah - Ka‘b - Lu’aiy - Ghalib - Fihr - Malik -
An-Nadhr - Kinanah - Khuzaimah - Mudrikah - Ilyas - Mudhar - Nazar - Mu’id -
Adnan.
Rasulullah lahir pada
hari Senin malam, 12 Rabiul Awwal Tahun Gajah (Menurut Riwayat yang paling
kuat). Menurut Riwayat Lain Mahmud Basya (seorang ahli falak) mengatakan pada tanggal
9 Rabiul Awwal / 20 April 571 masehi.
Ayahnya, Abdullah,
meninggal dunia saat beliau dua bulan dalam kandungan sang ibunda. Kemudian
beliau diasuh kakeknya, Abdul Muthalib, dan disusukan — sebagaimana tradisi
bangsa Arab saat itu — kepada seorang perempuan dari Bani Sa‘d bin Bakr
yang bernama Halimah binti Abu Dzu’aib
Para perawi Sîrah sepakat
bahwa perkampungan Bani Sa‘d pada waktu itu tengah dilanda kemarau panjang yang
merusak pertanian dan peternakan mereka. Tidak lama setelah Nabi Muhammad Saw. menetap
di rumah Halimah, tinggal di kamarnya, dan menyusu darinya, tanaman-tanaman di
sekitar rumahnya kembali tumbuh subur sehingga kambing-kambingnya pulang
kandang dengan perut kenyang dan sarat air susu.
Saat diasuh oleh Halimah
Rasullah mengalami peristiwa penting dimana Rasulullah Saw. didatangi Malaikat Jibril
ketika beliau bermain bersama anak-anak lain. Jibril lalu menggendong beliau
dan menelentangkan.
Lantas dia membelah
dada Rasulullah untuk mengeluarkan jantungnya, lalu mengeluarkan segumpal daging
dari jantung itu.
Jibril lalu berkata, “Ini
adalah bagian setan darimu.”
Selanjutnya, dia
mencuci jantungnya dalam bejana emas dengan air zamzam, lalu mengembalikannya
ke tempat semula.
Anak-anak (yang melihat
itu) berlarian memberi tahu ibu susuanya sambil berteriak-teriak, “Muhammad
dibunuh!”.
Mereka menemukan
Muhammad kecil dalam keadaan pucat pasi.
HIKMAH KEJADIAN
Bukanlah kebetulah nabi
muhammad dilahirkan secara yatim. Kebijaksanaan Allah Swt. itu sungguh membuat
para pembela kebatilan tidak punya celah untuk menyusupkan keraguan, karena
Rasulullah Saw. tumbuh dan berkembang jauh dari pendidikan ayahnya, ibunya,
atau kakeknya, bahkan di masa-masa awal pertumbuhannya. Allah Swt. benar-benar
menghendaki beliau menjalani masa itu di dusun Bani Sa‘d, jauh dari lingkungan
keluarganya.
Ketika kakeknya
meninggal dunia, beliau diasuh oleh pamannya, Abu Thalib, yang meninggal dunia
tiga tahun sebelum hijrah. Terlebih lagi, pamannya ini tidak memeluk Islam
hingga akhir hayatnya sehingga tidak mungkin bagi siapa pun untuk menuduh bahwa
pamannya itu memengaruhi risalahnya, atau bahwa persoalan ini adalah persoalan
suku, keluarga, kepemimpinan, dan pangkat.
Hikmah peristiwa ini—wallâhu a‘lam—bukanlah pencabutan kelenjar jahat dengan akar-akarnya dari diri Rasulullah Saw. Sebab, jika sumber kejahatan adalah sebuah kelenjar dalam tubuh atau segumpal daging, niscaya kita bisa mengubah orang jahat menjadi orang baik melalui bedah operasi.
Hikmah peristiwa ini adalah pengumuman ihwal Rasulullah Saw. sekaligus persiapan bagi beliau untuk menerima kemaksuman dan wahyu sejak kanak-kanak melalui media yang bersifat materi, agar beliau lebih mudah dipercaya manusia dan risalahnya lebih mudah diterima.
Jadi, ini adalah operasi
penyucian ruhani yang dilakukan melalui cara yang bersifat jasmani dan terindra
agar pengumuman Ilahi mengenai keterpilihan Muhammad dapat dipersepsi manusia.
Penting
diingat, salah satu keniscayaan mencintai Rasulullah Saw. adalah mencintai kaum
dan suku tempat beliau dilahirkan. Keniscayaan ini tidak memandang aspek
pribadi atau golongan, tetapi semata-mata karena aspek hakikat. Sebab, hakikat
Arab adalah Suku Quraisy, dan semua kehormatan berasal darinya dengan diutusnya
Rasulullah Saw. dari tengah-tengah suku tersebut.
Meskipun
ada orang Arab atau keturunan Quraisy yang menyimpang dari jalan Allah; yang
merusak kemuliaan Islam yang telah dipilih oleh Allah bagi hamba-Nya. Sebab,
penyimpangan atau kerusakan mereka itu terlaksana tanpa menyandarkan dirinya
dengan Rasulullah Saw., bahkan mereka tak pernah menganggapnya sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan sesuatu.
Sumber: Dr. Said Ramadhan Al-Buthy Fiqh as-Sîrah an-Nabawiyyah Ma'a Mûjaz Litârîkh al-Khilâfah ar-Râsyidah. Terj. Fedrian Hasmand, MZ. Arifin, dan Fuad SN “The Great Episodes Of Muhammad SAW” Hal. 56 – 61
Posting Komentar