Akhir semester adalah hal yang paling ditunggu-tunggu oleh semua kalangan, tidak hanya
peserta didik namun juga disambut dengan hangat oleh tenaga pendidik. kenapa? Karena akhir semester akan diiringi kata yang
selalu dinanti mereka. Yaps bener banget, LIBURAN.
Liburan ini bisa dikatakan sebagai hadiah indah
setelah menyelesaikan serangkaian tantangan pembelajaran selama satu semester,
yaaa meskipun hanya rebahan di rumah dan tidak kemana-mana. Namun,
sebelum menuju liburan itu, ada kewajiban yang harus ditunaikan oleh peserta
didik dan tenaga penidik. Dari ujian akhir semester hingga pembagian rapor
hasil belajar.
Setelah ujian akhir semester dan sebelum pembagian
raport, ada jeda waktu sekitar 1 minggu dimana peserta didik tidak lagi
melakukan aktifitas belajar seperti biasanya. namun mereka belum
bisa menikmati liburan dengan begitu saja, meskipun terbilang pembelajarannya
sudah tuntas terbahas. Yaaa karena guru masih disibukan mengerjakan raport
hasil belajarnya. Bercanda!..
Untuk mengisi jeda waktu selesai ujian dan sebelum
pembagian raport, biasanya waktu ini dimanfaatkan oleh beberapa sekolah untuk
melaksanakan program P5. Apa sih P5 itu?, bukan PS5 Ya!.
P5 atau Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila
adalah suatu rancangan kegiatan untuk mengembangkan karakter dan kompetensi
siswa sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, P5 dirancang untuk
mencetak generasi muda Indonesia yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi
juga memiliki karakter yang baik dan siap menghadapi tantangan masa depan
(kemdikbud, 2024).
Istilah ini mungkin terasa amat asing bagi generasi
millenial atau yang lebih terdahulu, karena generasi mereka belum lahir istilah
dan tugas ini. P5 baru dilahirkan saat menteri Berlatar belakang
pengusaha startup itu menjabat. Konon, P5 ini memiliki ccita
cita mulia mengembangkan karakter dan kompetensi siswa sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila. Ya, walaupun praktiknya bisa dilihat sendiri sebagus dan
sekeren apa.
Saya sendiri adalah orang yang amat exited dengan
kehadirann P5. Ekpektasi saya sederhana sebenarnya, dengan adanya P5 ini saya
menggambarkan kemandirian, kebudayaan serta jiwa nasionalisme yang tinggi akan
bersemayam dalam diri peserta didik. Apakah kiranya begitu?, coba deh kita
lihat dengan seksama mengenai P5 ini. Saya akan menyorot langsung pada kegiatan
pameran P5 nya saja, agar tidak terlalu panjang dan berlete lete.
Orientasi P5
Berbicara tentang P5, kita harus mengerti
orientasinya seperti apa. Saya membagi orientasi P5 menjadi dua, yakni
orientasi kepada hasil dan proses. Tentu dua hal ini bagi saya amat berbeda
jika kita amati. Dan jika anda sebagai guru, orientasi ini harus dipahami
dengan betul, seksama, dalam tempo waktu selama-lamanya.
Orientasi pada proses berarti pembelajaran
akan lebih mementingkan perjalanan belajar siswa daripada hasil akhirnya.
Fokusnya adalah pada pengalaman belajar, aktivitas yang dilakukan siswa, dan
perkembangan kemampuan yang terjadi selama proses belajar. Sedangkan orientasi
pada hasil pastinya adalah produk yang dihasilkan.
Biasanya, di sekolah MI yang saya ajar dulu
kegiatan P5 dikenal dengan istilah PjBL yang kemudian akan ditindaklanjuti
dengan kegiatan SHOW PRODUK. Anggeplah pameran. Pameran ini akan
diikuti oleh seluruh peserta didik di sekolah serta akan mengundang orang tua
tentunya, pastinya orang tua cewek, dong. Siapa lagi yang bisa datang. Walaupun
banyak pula yang diwakilkan, agak kasihan sebenarnya.
Acara SHOW akan dibuka dengan acara ceremonial
(biasalah kek umumnya acara gitu). Seperti pembukaan, doa, dan
sambutan-sambutan. Setelah itu peserta didik akan disuruh mempresentasikan
hasil karyanya sesuai dengan kelompok masing-masing dengan hasil karya. Saya
pastikan, antara kelompok satu dengan yang lain karyanya berbeda-beda.
Kerennya lagi, pjbl ini diikuti dari mulai kelas 1.
Bisa anda bayangkan anak kelas 1, yang masih belajar membaca dan menulis, tapi sudah
melakukan pameran projek dan presentasi. Hehehe, keren banget
ga tuh. Tapi sekali lagi poinnya bukan disitu.
Nah ini poinnya, dari sekian banyak SHOW Produk itu, seluruh kelompok dituntut memiliki produk dengan
indikator layak untuk dipamerkan. Jika anak kelas 4/5/6
membuat produk secara nalar kita masih mau menerima, apalagi jika itu tanpa
campur tangan orang tua. Tapi, bagaimana kita menalar anak kelas 1 membuat
produk yang secara estetika dan bentuk bisa dibilang bagus. Ini bukan dalam
rangka ngece ya atau mengentengkan anak kelas 1, tapi percayakah anda jika itu
dibuat oleh anak kelas 1?.
Sebenarnya, di sini saya hanya ingin menekankan
bahwa P5 tidak hanya berfokus pada suatu produk yang dihasilkan oleh anak
tersebut. Akan tetapi tentang bagaimana mereka membuat dan berproses dalam
mencapai produk itu. Karena begini, faktanya guru banyak yang pontang panting
jika produk itu tidak mencapai bentuk, sehingga mereka memaksa harus jadi dan
terbentuk secara estetika (layak dipamerkan).
Nah, selanjutnya kegelisahan saya, jika produk itu
tidak dibuat sendiri, atau bahkan alah dibuat oleh orang tua, lalu mereka
disuruh untuk mengakui bahwa itu produk mereka.
Saya kira anak anak malah seakan diajari untuk
mengakui hak yang bukan miliknya. Inilah pentingnya memahami betul pola
orientasi proses dan hasil. Saya kira P5 yang diadakan itu jelas berorientasi
pada hasil, dan itu tidak baik.
Lalu bagaimana kira kira orientasi pada proses atau
yang paling tepat sebenarnya?. Pandangan saya,, seharusnya itu berorientasi
pada proses, artinya Akan sangat keren menurut saya jika mereka disuruh
menceritakan proses yang mereka alami saat pembuatan itu, bagaimana bisa
memilihi produk A, prosesnya bagaimana, dll. Dibandingkan peserta ddik harus
disuruh berkutat untuk membuat produk, namun mereka sama sekali tidak fokus
pada pembelajaran (kebermaknaan) apa yang telah dicapai?.
Bahkan, anehnya lagi banyak dari mereka tidak tahu
dengan asal muasal produk yang mereka buat. Mereka hanya melakukan sesuatu atas
dasar mengikuti teman dan guru. Lalu ketercapaian apa yang seharusnya dijadikan
patokan suksesi p5 itu?. Kira-kira begitu.
Saya sendiri sebenarnya masih menggali mengenai
orientasi proses ini. Tapi yang jelas itu lebih baik dari pada orientasi hasil.
Setidaknya, itu tidak lebih buruk.
Sebagai orang awam yang sok tahu, saya mengajak
teman-teman sekalian untuk merubah pola pikir sesat yang amat keliru agar
peserta didik kita benar-benar mendapatkan hasil dari P5 yang bermakna, bukan
malah sebaliknya.
Yuk, kita sebagai orang tua sekritis mungkin
menanyakan mengenai orientasi berbagai kegiatan di sekolah anaknya. Apa yang
ingin dicapai?, instrumennya seperti apa?, konsepnya bagaimana?. Tenang, kita
punya hak kok untuk bertanya dan crewet demikian. Yang terpenting adalah
menggunakan adab dan sopan santun.
Bahkan, akan lebih joss kalo kalian sebagai orang
tua juga malah memberikan saran-saran membangun kepada para guru untuk kemajuan
pendidikan kita bersama. Syukur-syukur, ikut andil bersama.
Salam, Pendidik Ghaib.
❤️
BalasHapusPosting Komentar